Layaknya wanita-wanita lainnya, Sonya (yang kelak menjadi
ibu nyai) mendambakan gebyarnya dunia. Kebesaran, suami yang tampan dan mempunyai
pengaruh dengan segenap kewibawaannya, serta keluarga dari trah biru. Semua itu
cita-cita yang didamba Sonya. Lantas siapa lelaki yang punya kewibawaan, trah
biru yang dapat menutup keinginannya Sonya? Apakah Sonya benar-benar dapat mewujudkan
impian itu? Jika pun tercapai, apakah cita-cita itu membuatnya bahagia?
Sonya hidup di lingkungan masyarakat yang masih memegang
tradisi pesantren yang kuat. Kyai, gus, ibu nyai merupakan sosok yang
berwibawa, punya kharismatik di mata masyarakat. Mereka punya idu geni
yang tak mudah dibantah oleh masyarakat. Masyarakat segan, karena percaya
mereka orang yang dipilih Tuhan untuk menjaga, mengantarkan masyarakat ke
kehidupan yang harmonis, penyelesai masalah kehidupan: baik itu ekonomi, jodoh
atau kesehatan. Inilah uniknya kehidupan masyarakat tradisi pesantren, yang
masih menempatkan “kyai” sebagai problem solving kehidupannya.
Sonya mencoba mendekati dan menempati pos-pos penting di
mata masyarakat tersebut. sayangnya, Sonya bukan siapa-siapa, bukan kalangan
santri, tidak pernah mencium kitab kuningnya pesantren. Sonya hanyalah kalangan
abangan yang cenderung dianggap “leda-lede” (tidak sungguh-sungguh)
dalam menjalani agama. Orang tuanya kaya, pebisnis tetapi ini semua bukan
jaminan masyarakat mau menempatkan apalagi menerima sebagai kalangan penting
yang mempunyai idu geni tadi. Sonya harus bisa mendapatkan martabat dan
derajat itu, apalagi Sonya berwatak ambisius dan ulet, pantang menyerah, keras
kepala dalam menjalani hidupnya.
Tuhan memang Maha Adil, meski Sonya bukan kalangan santri
tetapi dia memiliki wajah ayu, kemolekan tubuh bak Ken Dedes. Orang tuanya yang
kaya raya, memudahkan bagi Sonya untuk merawat tubuh, tak ayal Sonya menjadi
primadona desa. Sonya adalah kembang desanya yang banyak dilirik
kumbang-kumbang desa, termasuk Gus Khaf, anak sang kyai desa. Singkatnya, Sonya
memiliki kecantikan dan cinta pada Gus Khaf yang sanggup memerahkan gairah
malam, untuk sepenuhnya menjadi bagian kebesaran dalam tradisi.
Namun, memasuki kalangan trah santri bukan hal yang
mudah, meski cantik dan cerdas tetapi Sonya bukan pilihan orang tua Gus Khaf.
Gus Khaf diwanti-wanti untuk menjauhi perempuan biasa. Apa lacur, Gus Khaf
melangkah dengan keyakinannnya, Sonya merupakan cinta pertama, teman suka dan
duka dalam meraih kebesarannya sebagai pengganti kebesaran orang tuanya. Inilah
letak sulit sebuah pilihan harus memilih Sonya atau wanita pilihan orang
tuanya? Ternyata semua dipilih Gus Khaf: Sonya dan wanita pilihan orang tuanya.
Bagi sonya, pilihan Gus Khaf adalah penderitaan. Dia (Sonya)
yang selama ini menemani Gus Khaf ternyata hanya menjadi wanita kedua dalam
realita kehidupan Gus Khaf. Sonya hanya menjadi wanita simpanan yang telah
tertanam benih dari gus khaf. Posisi yang tidak pernah terbayangkan, diimpikan
oleh Sonya selama ini. Putus asa, rasa menyerah kadang menyeruak dalam benak
Sonya, tetapi dia bangkit untuk membuktikan bahwa dirinya mampu menempati
posisi penting itu.
Apakah usaha Sonya berhasil? Sonya berhasil menjadi istri
sahnya Gus Khaf. Sonya berhasil menyandang gelar ibu nyai, meski harus menunggu
orang tua Gus Khaf (Kyai Rukh). Posisinya sama dengan istri pilihan orang
tuanya Gus Khaf, tetapi tetap saja pandangan yang tak utuh pada dirinya ada
dari masyarakat. Bahagiakah Sonya dengan
martabat barunya? Tidak! Justru saat menjadi istri sah, dan semua masyarakat
tahu bahwa dia istri seorang kyai yang kharismatik justru muncul penderitaan
yang tak pernah terbayangkan olehnya.
Bagian dari kebesarankah Sonya bagi Khaf? Tidak. Dulu Sonya
memang merasakan bagian dari kebesaran Khaf. Tetapi kali ini, sejak Khaf telah
mencapai kebesarannya serta mulai beristri lagi, ia tidak lagi merasakan
sebagai bagian dari kebesaran dan kehormatan Khaf. Ia merasa mulai tersisih dan
tak dibutuhkan lagi. Ia hanyalah tumbal kebesaran Khaf. Dia merasa
keberadaannya tidak lebih sebagai budak belian yang kewajibannya hanya untuk
memuaskan nafsu tuannya, sang kyai agung yang diagung-agungkan sebagai orang
suci.
Nurul Ibad, melalui novelnya ini, dengan berani mengabarkan kehidupan kalangan pesantren yang mungkin bagi
sebagian orang merupakan wilayah sakral dengan keberadaan kyainya. Meski ini
hanya sebuah novel yang banyak dicap hanya fiksi semata, tetapi setidaknya kita
dapat mengambil pelajaran, dan menelisik lebih dalam kehidupan pesantren dengan
segenap seluk beluk kehidupan “pengusa”nya.
Sonya,
menurut saya, hanya peminjaman tokoh untuk mengungkap sisi-sisi samar kehidupan
Gus dengan segenap kebesarannya, wong agung yang dielu-elukan masyarakatnya.
Gus, tak ubahnya laki-laki lain yang “semakin kaya semakin nakal” sedangkan Sonya
“semakin nakal semakin kaya”. Sonya meski tercapai keinginannya, namun
tak pernah menikmati cita-citanya, malah sebaliknya dia bagaikan menggali
lubang-lubang yang kemudian menguburnya. Kisah yang tragis!
Judul buku : Syuga Sonyaruri Memerahkan Kesunyian Malam
Penulis : Nurul Ibad, MS
Penerbit : LKiS Yogyakarta
Tahun terbit : cetakan I, 2011
Jumlah halaman : xii + 272 halaman, 13 x 20,5 cm
Kategori : sastra (novel)
ISBN : 979-25-5354-3
Sign up here with your email
ConversionConversion EmoticonEmoticon