Membaca masnawi pasti teringat dengan
Jalaludin Rumi. Seorang penyair mistis, lebih tepatnya penyair sufistik, dan
pendiri tarekat Maulawiyah. Jalaludin Rumi Dalam pengajaran sufistiknya selalau
menekankan cinta, dan ini menghiasi pula dalam karya syair-syairnya. Mengapa
cinta yang menjadi titik fokus sang maula?
Sebab,
dengan cinta manusia bisa bersatu dengan Pecinta Agung Yaitu Allah. sebagaimana
anjuran para sufi lainnya, Rumi selalu menyeru untuk mendekatkan kepada Allah
dengan cara mencitai-Nya sepenuh hati. Mencintai berarti menunjukkan sikap
tiada pamrih sesuatu apapun kecuali kehadiran yang dicintai. Mencintai Tuha
bukan berarti takut pada neraka dan merindukan surga semata, tetapi lebih
karena mencintai Sang Pemberi Cinta. Kecintaan Tuhan terhadap manusia yang
ditunjukkan dengan amanah-Nya terhadap manusia untuk menjadi Kholifah-Nya di
bumi. Sungguh kepercayaan yang tiada tara sekaligus naif bila disia-siakan
manusia.
Rasa cinta yang mendarah daging tersebut,
membuat Jalaludin Rumi melahirkan puisi yang menawan hati para pencari
spriritual di seluruh dunia karena kedalaman dan keindahannya. Larik-larik
puisinya menyentuh segenap dimensi kehidupan, mengombakkan gelora kerinduan
pada Sang Maha Pecinta. Tak pelak, puisi Jalaludin Rumi banyak yang mengkaji
dan mengagumi, bukan sebatas umat Islam tetapi umat beragama lain pun
menganggap puisnya merupakan puisi cinta universal yang dimiliki manusia
sebagai fitrahnya.
Karen Armstrong, dalam bukunya “Sejarah Tuhan”,
menuliskan bahwa Masnawi memiliki daya tarik yang lebih populer dan
membantu menyebarkan konsepsi ketuhanan kaum mistik di kalangan kaum awam yang
bukan sufi. Masnawi menantang seorang muslim untuk menemukan realitas
tersembunyi di balik penampakan lahiriah. Ego adalah yang membutakan mata kita
dari misteri batin yang ada dalam segala sesuatu, tetapi begitu kita bisa
melampuinya maka kita tak lagi merupakan wujud yang terpisah tetapi satu dengan
Dasar semua yang ada.
Melalui puisi-puisnya Jalaludin Rumi
menyampaikan bahwa pemahaman atas dunia hanya mungkin bisa didawat melalui
cinta, bukan semata-mata lewat kerja fisik. Dalam puisinya Rumi juga
menyampaikan juga bahwa Tuhan, sebagai satu-satunya tujuan, tidak ada yang
menyamai.
“Wahai manusia yang merasa cukup dengan kata
“Dia” sebatas “Dia”. Bagaimana kau memurnikan dirimu dari hawa nafsu tanpa
gelas ilahiah? Apa yang bisa dimunculkan dari sifat dan nama? Imajinasi
penunjuk jalan menuju ilahi. adakah esensi petunjuk tanpa merujuk yang
ditunjuk? Apabila kemuliaan jiwa ditemukan, wujud singa Goul akan lenyap dengan
sendirinya. Pernahkah kau tahu sebuah nama tanpa hakikat? Ataukah kau dapat
petik mawar dari M-A-W-A-R?
Murnikan dirimu dari nafsu bila hendak
terbebas dari nama dan huruf. Keluarlah dari warna layaknya besi yang bertukar
warna mengkilap setelah digosok karatnya. Jadikan olah spiritual sebagai cermin
yang memantulkan segala sesuatu dengan terang. Sucikan nafsumu dari sifat-sifat
inderawi demi Dia agar dapat kau saksikan dirimu yang bersih dan suci.
Mereka yang biasa menggosok kaca benggala
hatinya akan terbebaskan dari bau dan warna. Mereka tidak pernah membelakangi
cermin kesaksian yang indah walaupun hanya sekejap. Mereka meninggalkan bentuk
lahiriah, menanggalkan kulit luar pengetahuan, dan menatap Yang Maha Benar
dengan sepenuh hati. Pikiran telah lenyap berganti cahaya.
Genggam erat cucuran air ma’rifat dan
berlarilah menuju Samudera-Nya. Manusia-manusia agung menyongsong kematian yang
ditakuti oleh sebagaian besar manusia. tak seorang pun sanggup menolong kalbu
mereka yang gemetar. Kesengsaraan mereka hanya menimpa jasad luar tanpa
menembus saripati jiwa, mereka terbebaskan dari ilmu nahwu dan fikih; mereka
menanggung mahw (keterhapusan dari nafsu) dan fakir.
Perlu digaris bawahi, bahasa dalam puisi Masnawi
dan puisi-puisi Jalaludin Rumi penuh simbolik sehingga perlu ketelitian dan
kesabaran dalam menggali makna yang hendak ditangkap pembaca. Puisi Jalaludin Rumi,
memang bukan puisi yang hanya didasarkan pada diksi, ritme kata atau asesoris
sastra semata tetapi lebih pada bahasa simbolik yang memang, kenyataannya,
dunia simbol banyak digunakan untuk mengungkapkan sesuatu yang susah
didefinisikan. Seperti yang diutarakan bahwa penyucian kalbu menjadi penting
untuk membebaskan kita dari kata, atau rangkaian huruf.
Akhirnya, seperti yang diungkapan Reynold A.
Nicholson, bahwa syair-syair Rumi mirip saluran kecil menuju samudera: tiada
batas, tiada garis pemisah. Selamat membaca dan menemukan makna dari
simbol-simbol yang sarat makna.
Judul : Masnawi Kisah-Kisah Fantastis Dari Persia Karya Jalaludin Rumi
Judul Asli : Masnawi
Penerjemah : Muh. Abd. Salam Kafafi
Penerbit : Belukar, Yogyakarta
Tahun Terbit : Cet. I, Januari 2004
Tebal : 275 halaman
Sign up here with your email
ConversionConversion EmoticonEmoticon